26.8 C
Pandeglang

Hapus Program Aplikasi Yang Merugikan Pengemudi OjolSerta Berikan Perlindungan Bagi Pengemudi Ojol Dan Keluarganya

Published:

Serang, tirasbanten.id – Serikat Pengemudi Angkutan Roda Dua (SERDADU) bersama beberapa
organisasi pengemudi ojol seperti Aliansi Dobbrak, OSB (Ojol Serang Bersatu), dan lain-lain yang ada di
Provinsi Banten mendatangi Kantor Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B) di Kota Serang.
Adapun tujuannya adalah melakukan protes dan menuntut kepada negara untuk hadir dan menekan
aplikator agar tidak semena-mena terhadap mitra driver-nya dengan menerapkan sistem atau
program aplikasi yang sangat tidak manusiawi seperti program aceng (argo goceng), sistem slotorder
gabungan, dll. dengan tarif yang sangat murah. Selain itu, menuntut kepada negara untuk memberikan
perlindungan dan jaminan sosial serta kesejahteraan terhadap pengemudi ojol dan keluarganya.


Melalui Kementerian Perhubungan, negara mengatur keberadaan bisnis transportasi berbasis daring
dengan menetapkan tarif layanan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh para
pengendara motor. Sayangnya, aturan-aturan yang ada sama sekali tidak menjamin atau memberikan
dampak terhadap kesejahteraan para pengemudi, seperti jaminan pendapatan, jaminan kesehatan,
jaminan kecelakaan, dan jaminan kematian.

Sebaliknya, situasi yang dihadapi oleh jutaan pengemudi ojol di Indonesia terus memburuk. Setiap hari,
para pengemudi ojol berhadapan dengan situasi jam kerja panjang tanpa kepastian upah, risiko
keselamatan di jalan yang tak dijamin, sanksi-sanksi sepihak dari perusahaan aplikasi, serta
pemburukan kondisi kerja yang disebabkan oleh skema-skema program yang tidak manusiawi dari
perusahaan aplikasi. Di tengah pemburukan kondisi kerja dan pemiskinan para pengemudi ojol
tersebut, kita sama-sama menyaksikan kesuksesan bisnis perusahaan-perusahaan aplikasi.

Pengemudi ojol sudah ikut berkontribusi dalam menggerakkan perekonomian Indonesia. Mulai dari
kemudahan bertransportasi hingga membantu memenuhi kebutuhan harian masyarakat. Hal ini sesuai
dengan amanah UUD 1945 dalam upaya membantu memajukan kesejahteraan umum. Peran tersebut
menempatkan kami berada di posisi terdepan dalam melayani masyarakat. Banyak di antara kami
menjadi pelopor keselamatan di jalan, sekaligus ikut membantu keamanan dengan memberikan
pertolongan pertama bagi masyarakat yang menjadi korban kejahatan.

Sayangnya, kontribusi yang begitu besar belum diimbangi dengan regulasi yang mumpuni sehingga
membuat kami seperti sapi perah dengan manfaat maksimal tapi pendapatan sangat minimal.
Tarif yang rendah, pola kemitraan yang tidak jelas, perizinan yang belum ada, pembatasan quota, dll.,
merupakan serangkaian masalah yang hingga kini belum terselesaikan.

Di sisi lain, para pemilik aplikasi/platform digital tersebut hanya butuh waktu tujuh tahun. Investasi
pada industri ride-hailing ini menampakkan hasil. Sederet platform jasa ojol tercatat telah mencetak
keuntungan berlipat. Salah satu contoh, GOTO (Gojek-Tokopedia) milik Nadiem Makarim, pada 2022
menjadi perusahaan rintisan Indonesia pertama dengan nilai valuasi saham 11 miliar USD, lalu Grab
milik pengusaha Malaysia Anthony Tan, menyusul menjadi perusahaan di Asia Tenggara dengan nilai
valuasi saham 10 miliar USD.

Pemburukan kondisi kerja dan pemiskinan yang dialami para pengemudi ojol mengantarkan organisasi
Serikat Pengemudi Angkutan Roda Dua (SERDADU) untuk mempertanyakan status kemitraan dan
fleksibilitas yang ditawarkan dan dipromosikan oleh perusahaan aplikasi tersebut. Pencitraan
perusahaan platform sebagai pekerjaan dengan waktu kerja fleksibel, kenyataannya dengan tidak ada
jaminan pendapatan dan penerapan pemberian sanksi sepihak, pengemudi ojol justru dipaksa untuk
terus bekerja tanpa henti. “Kami bukan robot. Kami manusia yang bekerja keras untuk keluarga. Kami
butuh keadilan dan pengakuan atas kerja kami,” ujar Ahmad, salah satu pengemudi ojol di Kota
Serang.

Istilah mitra yang disematkan oleh perusahaan aplikasi kepada pengemudi ojol adalah upaya untuk
menghindari hak-hak ketenagakerjaan yang seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan aplikasi.
Tak hanya itu, alih-alih mendorong penciptaan lapangan kerja, negara pun abai dengan perlindungan
hak-hak pekerja. “Tentu saja, para pejabat negara mengetahui keadaan buruk yang dialami para
pengemudi ojol, tapi mereka sengaja mengabaikannya demi serapan tenaga kerja,” terang Dodi
Munir, selaku Ketua SERDADU.

Pembiaran negara terhadap kesewenang-wenangan perusahaan aplikasi dimanfaatkan sepenuhnya
oleh pemilik perusahaan untuk mengeruk untung dari keringat pengemudi ojol. “Sistem sanksi seperti
suspend dan pemutusan mitra yang dibuat sepihak oleh perusahaan aplikasi jelas-jelas mengabaikan hak berunding bagi organisasi pengemudi ojol,” ucap Baron, pengemudi ojol yang juga adalah Sekretaris SERDADU.

Tidak adanya peran negara dalam pengawasan terhadap perusahaan aplikasi juga berdampak pada
pemiskinan ojol. Alih-alih mengatur tarif melalui peraturan menteri perhubungan, negara membiarkan
perusahaan aplikator memanfaatkan big data dan teknologi algoritma untuk membuat program-
program yang merugikan para pengemudi ojol. “Program aplikator seperti Argo Goceng (Aceng) dari
Gojek, Slot di Grab, ShopeeHub di ShopeeFood, dan order gabungan adalah bentuk konkret karena tidak adanya pengawasan negara, sehingga kami menjadi tumbal dari persaingan tarif antar aplikator,” tambah Baron.

Kondisi kerja di jalanan yang berisiko terhadap keselamatan pengemudi ojol juga menjadi catatan
penting yang harus disikapi oleh negara. Di tengah potensi kecelakaan kerja yang tinggi, para
pengemudi ojol diperumit dengan klaim asuransi. Alih-alih telah menyediakan asuransi kecelakaan,
perusahaan aplikator memiliki sederet syarat dan ketentuan yang tidak masuk akal bagi ojol yang
mengalami kecelakaan. “Ini bukan soal pengendara yang ugal-ugalan dan tidak memperhatikan
keselamatan di jalan, tapi ini soal tanggung jawab perusahaan aplikasi dan kewajiban negara dalam menyediakan sistem transportasi umum yang aman,” ucap Ida Farida, pengemudi ojol perempuan di Kota Serang yang juga pengurus SERDADU.

Sekali lagi, urusan transportasi publik adalah urusan negara. Jika negara menyerahkan urusan
transportasi tersebut kepada perusahaan swasta sebagaimana Gojek, Grab, dan lainnya, negara harus
melindungi hak-hak para pengemudi ojol dengan mengakuinya sebagai pekerja dengan tujuan untuk
mensejahterakan pengemudi ojol, karena pengemudi ojol-lah perusahaan aplikasi meraup keuntungan
besar, dan ojol juga berkontribusi terhadap penyediaan layanan publik yang menjadi tanggung jawab
negara.

Oleh karenanya, Serikat Pengemudi Angkutan Roda Dua (SERDADU) menyatakan tuntutan sebagai berikut:

A. Tuntutan kepada Pemerintah Pusat:

  1. Mendesak Pemerintah untuk menetapkan tarif dasar nasional yang layak untuk layanan
    penumpang dengan tidak merugikan pengemudi, serta menolak penurunan tarif sepihak oleh
    perusahaan aplikasi.
  2. Pemerintah harus secepatnya membuat regulasi untuk layanan pengantaran barang &
    makanan.
  3. Segera bentuk UU yang mengatur Transportasi Online.

B. Tuntutan kepada Pemerintah Daerah:

  1. Ojol Banten berhak memperoleh akses jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan-PBI dan BPJS
    Ketenagakerjaan (JKK, JKM, JHT) yang pembiayaannya dijamin oleh Pemerintah.
  2. Relaksasi pajak kendaraan bermotor ojol.
  3. Ojol Banten berhak dan terdaftar di DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) sehingga bisa
    memperoleh akses bantuan-bantuan dari Pemerintah.

Serang, 20 Mei 2025
Serikat Pengemudi Angkutan Roda Dua (SERDADU)

Narahubung:

  1. Dodi Munir (085710540176)
  2. Baron B. Candra (08127763003) (Jee/Red)

Artikel terkait

Artikel terkait