30.6 C
Pandeglang

Pencopotan Prasasti Peresmian RSUD di Banten Picu Sorotan: Ada Penggantian Tanggal yang Membingungkan

Published:

Pandeglang, tirasbanten.id – Pencopotan prasasti peresmian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilograng dan RSUD Labuan memicu sorotan tajam dari berbagai kalangan aktivis di Banten. Prasasti yang sebelumnya ditandatangani oleh Penjabat (Pj) Gubernur Banten, Al Muktabar, pada 4 Oktober 2024 sebagai penanda peresmian resmi, kini dilaporkan telah dilepas dari tempatnya. Informasi yang beredar menyebutkan, prasasti tersebut kini disimpan di mess RSUD Cilograng dan RSUD Labuan.

Entis Sumantri, Koordinator Wilayah Jaringan Pemuda dan Mahasiswa Indonesia (DPW JPMI) Banten sekaligus Ketua Bidang ESDM Badko HMI Jabodetabek-Banten, menegaskan bahwa prasasti peresmian bukan sekadar simbol, melainkan dokumen sejarah yang mencerminkan legitimasi pembangunan.

“Prasasti menjadi bukti otentik waktu dan sosok pemimpin yang berperan dalam pembangunan infrastruktur publik seperti rumah sakit, jalan, atau jembatan di Banten,” ujarnya, Jumat (8/8/2025).

Masyarakat pun mempertanyakan alasan pencopotan tersebut. Jika dilakukan tanpa dasar yang jelas, tindakan itu dinilai sebagai bentuk ketidakhormatan terhadap sejarah dan pemimpin yang menjabat saat peresmian. Terlebih, prasasti tersebut secara resmi mencatat bahwa RSUD Cilograng dan RSUD Labuan diresmikan pada 4 Oktober 2024 oleh Pj Gubernur Banten.

Ironisnya, menurut Entis yang akrab disapa Tayo, kini muncul prasasti baru yang menyatakan bahwa RSUD Cilograng diresmikan pada 26 Mei 2025, sedangkan RSUD Labuan pada 28 Mei 2025. Perbedaan tanggal ini menimbulkan kebingungan di masyarakat: kapan sebenarnya peresmian dilakukan? Apakah 4 Oktober 2024 atau Mei 2025?

Entis menambahkan, pencopotan atau penggantian prasasti resmi tidak boleh dilakukan sembarangan.

“Harus ada alasan administratif yang sah, bukan sekadar motif pribadi atau politis,” tegasnya.

Publik pun menuntut klarifikasi resmi dari pihak terkait, termasuk manajemen RSUD Cilograng, RSUD Labuan, dan Pemerintah Provinsi Banten. Kalangan aktivis masyarakat sipil (civil society) khawatir, jika dibiarkan, tindakan ini akan menjadi preseden buruk yang merusak nilai sejarah dan etika birokrasi di lingkungan Pemprov Banten.

“Kita ingat pesan Bung Karno: ‘Jas Merah – Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah’. Pesan ini seharusnya menjadi pegangan dalam menjaga integritas sejarah bangsa, termasuk di tingkat daerah,” tandas Entis Sumantri. (Jee/Red)

Artikel terkait

Artikel terkait