Serang, tirasbanten.id – Kegiatan bakti sosial (Baksos) yang diselenggarakan oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di wilayah Banten menuai berbagai tanggapan. Di satu sisi, kegiatan ini diklaim sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat. Namun, di sisi lain, muncul dugaan bahwa program ini merupakan strategi untuk meredam kritik mahasiswa dan Pemuda terhadap kinerja aparat dan kebijakan pemerintah.
Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) Pengurus Wilayah Himpunan Mahasiswa Mathla’ul Anwar (PW HIMMA) Banten turut menyoroti agenda tersebut. Menurut mereka, meskipun aksi sosial seperti pembagian sembako, layanan kesehatan gratis, dan perbaikan fasilitas umum memiliki manfaat nyata, tetap perlu dikritisi jika ada motif politik di baliknya.
“Kami melihat bahwa di tengah meningkatnya aksi kritis mahasiswa, justru ada penggencaran kegiatan-kegiatan seperti ini. Kami mempertanyakan apakah ini murni kepedulian atau ada niatan lain,” ujar Revi Setiawan Selaku Ketua Bidang Kajian Strategis PW HIMMA Banten kepada awak media, kamis, (27/2/2025).
Dalam beberapa bulan terakhir, mahasiswa di Banten aktif menyuarakan berbagai isu, mulai dari kebijakan hukum, demokrasi, hingga transparansi aparat penegak hukum. Demonstrasi yang dilakukan di berbagai kota di Banten sering kali mendapat respons tegas dari aparat. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa Baksos hanyalah salah satu cara untuk meredam potensi gelombang kritik yang lebih besar.
Menurutnya strategi pencitraan semacam ini bukanlah hal baru. Di berbagai negara, sering kali aparat menggunakan pendekatan berbasis sosial untuk membangun citra positif di tengah masyarakat. Namun, ketika ini dilakukan secara masif bersamaan dengan meningkatnya kritik terhadap institusi, maka wajar jika muncul pertanyaan mengenai tujuan sebenarnya.
“Kami tidak anti terhadap kegiatan sosial, tapi mengapa kegiatan semacam ini baru digencarkan ketika mahasiswa mulai bersuara lantang? Jika Polri benar-benar peduli pada masyarakat, seharusnya tidak perlu menunggu momentum tertentu untuk turun langsung,” ungkapnya.
Mahasiswa Mathla’ul Anwar juga menilai bahwa pendekatan yang lebih bijak seharusnya dilakukan melalui dialog terbuka dengan mahasiswa dan masyarakat sipil. Mereka menekankan bahwa bakti sosial tidak bisa menjadi solusi atas persoalan struktural yang lebih besar, seperti ketidakadilan hukum, represivitas aparat, dan minimnya ruang demokrasi.
Hal ini kepentingan sosial, atau hanya bagian dari strategi untuk membungkam mahasiswa? Jawabannya akan tergantung pada bagaimana kebijakan ini dijalankan di masa depan. Yang jelas, masyarakat dan mahasiswa harus tetap waspada dan tidak mudah terpengaruh oleh pencitraan yang tidak berdampak jangka panjang.
Selanjutnya, Mahasiswa Mathla’ul Anwar menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal setiap kebijakan publik, termasuk program yang dijalankan oleh Polri. Mereka berharap agar ada transparansi dan keterbukaan dalam setiap kegiatan yang melibatkan masyarakat, agar kepercayaan publik benar-benar bisa terbangun dengan baik. (Jee/Red)