“Kebijakan yang baik bukan hanya soal anggaran atau regulasi, tetapi memastikan akses yang adil dan efisien bagi rakyat yang membutuhkan. Solusi yang mengabaikan kemudahan akses malah memperburuk keadaan.”
— Bung Eko Supriatno
Pandeglang, tirasbanten.id – Polemik seputar gas elpiji 3 kilogram, atau yang lebih dikenal dengan nama gas melon, kini tengah menyita perhatian banyak pihak. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, menghadapi tantangan besar terkait kelangkaan gas ini. Pada hari Selasa, 4 Februari 2025, Bahlil bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto untuk membahas situasi yang semakin memanas. Pertemuan ini bukan sekadar formalitas, melainkan sebagai respons cepat terhadap keluhan masyarakat yang kesulitan mendapatkan gas melon.
Kenapa masalah ini begitu serius? Sebab gas 3 kg bukanlah barang sembarangan. Ia adalah kebutuhan utama bagi banyak keluarga, terutama ibu rumah tangga yang setiap hari bergantung pada gas untuk memasak. Ketika stok gas melon terbatas dan antrian di pangkalan semakin panjang, masyarakat merasakan dampaknya langsung. Tanpa gas ini, mereka tidak bisa memasak, tidak bisa bertahan. Ini masalah yang jauh lebih besar dari sekadar logistik.
Prabowo, sebagai pemimpin yang tegas, menyadari hal itu. Ia meminta agar pengecer diberi izin untuk kembali menjual gas melon. Keputusan ini bukan muncul begitu saja. Di baliknya ada satu alasan yang jelas: masyarakat sudah resah. Kebijakan yang membatasi akses gas melon justru memperburuk keadaan. Gas melon adalah komoditas yang tidak bisa digantikan dengan yang lain, dan kebijakan yang menyulitkan rakyat bisa memicu ketidakpuasan yang lebih besar. Itu harus dihindari oleh siapa pun yang memegang kendali.
Bahlil, seusai pertemuan dengan Prabowo, berbicara optimistis. Ia mengklaim bahwa setelah inspeksi lapangan, situasi mulai membaik. Tapi, tentu saja, hal ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana bisa kebijakan yang dimaksudkan untuk menyejahterakan rakyat justru berujung pada polemik yang meluas?
Di satu sisi, pemerintah memang punya niat baik. Kebijakan pembatasan distribusi gas elpiji 3 kg dirancang untuk memastikan subsidi tepat sasaran. Intinya, pemerintah ingin mencegah penyelewengan gas bersubsidi ke sektor industri atau dijual dengan harga tinggi, yang jelas bertentangan dengan tujuan subsidi itu sendiri. Namun, niat baik ini terperangkap dalam birokrasi yang kaku dan justru memperberat beban masyarakat.
Prabowo, dengan gaya kepemimpinan yang tetap berorientasi pada kesejahteraan rakyat, menekankan pentingnya memastikan subsidi tepat sasaran tanpa mengorbankan kemudahan akses bagi rakyat. Oleh karena itu, solusi yang diusulkan adalah memberi status sub-pangkalan kepada pengecer.
Langkah ini bisa jadi langkah maju, meski tentu implementasinya bukan tanpa tantangan. Waktu akan menguji apakah langkah ini bisa berjalan efektif atau tidak.
Namun, ada hal yang perlu diingat: kebijakan publik yang baik harus selalu memikirkan dampak langsung terhadap masyarakat. Kebijakan yang mengatasnamakan kesejahteraan rakyat, namun justru menambah kesulitan mereka, jelas tidak dapat diterima. Kebijakan yang baik adalah yang tidak hanya ada di atas kertas, tapi bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang paling membutuhkan.
Kebijakan Gas Melon
Kebijakan gas melon ini mengingatkan kita bahwa kebijakan yang baik adalah kebijakan yang lahir dari kebutuhan nyata rakyat, bukan sekadar gagasan abstrak. Dalam hal ini, keputusan yang diambil harus selalu berfokus pada kepentingan masyarakat, bukan sekadar untuk mengatasi masalah secara sementara.
Tindak cepat yang dilakukan oleh Prabowo dan Bahlil patut diapresiasi, tapi langkah selanjutnya harus memastikan bahwa kebijakan ini bukan hanya solusi sesaat. Kita perlu mengevaluasi ulang sistem distribusi subsidi. Apakah sistem yang ada sekarang masih relevan dan efisien? Atau sudah saatnya kita menciptakan mekanisme distribusi yang lebih transparan dan akuntabel?
Kebijakan yang efektif tidak hanya datang dari perhitungan angka, tetapi juga dari hati yang memahami kebutuhan masyarakat. Untuk itu, pemerintah perlu memperbaiki sistem distribusi yang ada. Ini bukan hanya soal subsidi gas melon, tapi tentang menciptakan kebijakan yang lebih adil dan tepat sasaran.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah kebijakan larangan penjualan gas elpiji 3 kg di pengecer. Kebijakan ini terbukti kurang efektif karena pangkalan resmi tidak selalu dapat dijangkau masyarakat, terutama di daerah-daerah terpencil. Bahkan, masyarakat di daerah tertentu harus merogoh biaya lebih untuk membeli gas di pangkalan resmi, sesuatu yang jelas bertentangan dengan prinsip subsidi yang dimaksudkan untuk meringankan beban.
Masalah distribusi dan keterjangkauan ini menjadi isu utama. Meskipun sebenarnya stok gas 3 kg cukup, kelangkaan terjadi di tingkat pengecer akibat pembatasan yang diberlakukan. Keputusan pembatasan ini perlu dievaluasi kembali, karena justru mempersulit masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi. DPR berencana memanggil Pertamina untuk menjelaskan penyebab kelangkaan ini dan mengevaluasi regulasi yang ada.
Pemerintah sudah mulai membuka peluang bagi pengecer untuk menjadi agen resmi melalui sistem One Single Submission (OSS). Namun, langkah ini membutuhkan waktu dan transisi yang panjang. Bahlil menegaskan bahwa sebenarnya tidak ada kelangkaan gas, hanya saja pembatasan pembelian dilakukan untuk memastikan distribusi lebih merata dan mencegah penyalahgunaan subsidi.
Namun, tak bisa dipungkiri bahwa subsidi gas 3 kg menyedot anggaran besar, lebih dari Rp 80 triliun. Pemerintah tentu ingin memastikan subsidi ini sampai kepada mereka yang berhak, bukan disalahgunakan oleh pihak lain. Untuk itu, pembatasan pembelian diterapkan agar rumah tangga tidak membeli lebih dari yang mereka butuhkan.
Sayangnya, kebijakan ini justru membebani masyarakat, terutama menjelang bulan puasa, ketika permintaan gas melon meningkat. Kelangkaan gas juga dipicu oleh pengurangan kuota elpiji bersubsidi pada 2025, serta faktor libur nasional yang mengganggu distribusi.
Mempertimbangkan Kebijakan
Sebagai solusi, pemerintah perlu kembali mempertimbangkan kebijakan ini. Evaluasi terhadap sistem distribusi LPG 3 kg sangat penting untuk memastikan subsidi tepat sasaran dan mudah diakses oleh masyarakat. Kebijakan yang baik harus efisien, tapi juga harus berpihak kepada kepentingan rakyat.
Pemerintah harus meningkatkan transparansi dalam penyaluran subsidi dan melibatkan masyarakat dalam evaluasi kebijakan agar tidak ada kebingungan atau ketidakpuasan yang muncul.
Teknologi bisa digunakan untuk memantau distribusi gas secara real-time, sementara kolaborasi dengan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk memastikan distribusi merata, terutama di daerah-daerah terpencil.
Jika langkah-langkah ini diambil dengan serius, kebijakan distribusi gas 3 kg dapat lebih efektif dan tidak merugikan masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Mengatasi Polemik Gas Melon
Polemik gas elpiji 3 kilogram atau gas melon mengungkapkan bagaimana kebijakan yang bertujuan baik bisa terkendala dalam penerapannya. Meski bertujuan memastikan subsidi tepat sasaran, kebijakan ini malah mempersulit masyarakat yang berhak mendapatkannya.
Pemerintah harus mampu merumuskan kebijakan yang tidak hanya mengatur anggaran dengan baik, tetapi juga memastikan distribusi yang efisien. Kebijakan gas melon memberikan pelajaran penting: solusi yang tidak memperhatikan aksesibilitas justru memperburuk keadaan. Masyarakat butuh kebijakan yang memudahkan, bukan menambah beban.
Langkah yang diambil oleh Prabowo dan Bahlil menjadi awal yang baik untuk reformasi distribusi subsidi yang lebih transparan dan mudah diakses. Evaluasi sistem distribusi dan penggunaan teknologi untuk memantau alur distribusi bisa mengurangi ketidakpastian. Kerjasama dengan pemerintah daerah juga penting agar distribusi gas melon merata ke seluruh wilayah.
Dengan pendekatan yang tepat, kebijakan gas melon bisa berjalan lebih efisien. Pemerintah harus memastikan kebijakan ini memberi manfaat langsung kepada masyarakat, bukan sekadar memenuhi angka atau administrasi.
Jika kebijakan ini diterapkan dengan serius, kita akan melihat distribusi yang lebih teratur dan mengatasi masalah masyarakat dalam mengakses kebutuhan pokok. Kebijakan yang baik adalah yang tidak hanya menyelesaikan masalah sementara, tapi juga menciptakan solusi jangka panjang yang adil bagi seluruh rakyat. (Jee/Red/
Tentang penulis:
BUNG EKO SUPRIATNO
Dosen Ilmu Pemerintahan di Fakultas Hukum dan Sosial
Universitas Mathla’ul Anwar Banten.
DAFTAR PUSTAKA
- Bloomberg Technoz. (2025, Januari 4). Bahlil Usul ke Prabowo Agar Tak Utak-atik Skema Subsidi LPG 3 Kg. https://www.bloombergtechnoz.com
- Detik Finance. (2025, Februari 4). Isi Percakapan Prabowo & Bahlil soal Kisruh LPG 3 Kg. https://finance.detik.com
- Detik Finance. (2025, Februari 4). Kisruh Gas Melon Hilang di Pasaran, Presiden Turun Tangan. https://finance.detik.com
- Detik.com. (2025, Februari 4). Titah Prabowo, Pengecer Boleh Jualan Gas LPG 3 Kg Lagi. https://www.detik.com
- FAJAR. (2025, Februari 4). Usai Lansia Meninggal Akibat Kebijakan Bahlil, Prabowo Instruksikan Pengecer Bisa Jual LPG 3 Kg. https://www.fajar.co.id
- Kompas.com. (2025, Februari 3). Bahlil: Kami Tak Maksud Buat Masyarakat Sulit Dapat Elpiji 3 Kg. https://www.kompas.com
- Liputan6. (2025, Januari 1). Siap-siap, BLT Subsidi BBM Diumumkan Prabowo Awal 2025. https://www.liputan6.com
- Liputan6. (2025, Februari 4). Di Tengah Polemik Gas Elpiji 3 Kg, Bahlil Lahadalia Menghadap Prabowo di Istana. https://www.liputan6.com
- Liputan6. (2025, Februari 4). AMMDI Apresiasi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Menata Distribusi Penjualan Gas LPG 3 Kg. https://www.liputan6.com
- JPNN.com. (2025, Februari 4). Versi Bahlil, Subsidi Gas Melon Tak Berkurang, Hanya Penyesuaian Aturan. https://www.jpnn.com
- Viva.co.id. (2025, Februari 4). Warga Beli LPG 3 Kg di Pengecer Harus Bawa KTP, Bahlil: Supaya Subsidi Tepat Sasaran. https://www.viva.co.id
- Viva.co.id. (2025, Februari 4). Warga Beli LPG 3 Kg di Pengecer Harus Bawa KTP, Bahlil: Supaya Subsidi Tepat Sasaran. https://www.viva.co.id