Pandeglang, tirasbanten.id – Lolos dalam bursa Calon Pemilihan Kepala Desa ( Pilkades ) tentunya menjadi kebanggan bagi kontestan. Setelah mereka berjibaku adu kompetensi dihadapan panelis dan juri sang penentu. Visi, misi dipamerkan, adu pemikiran dan gagasan tertumpah ruah masing – masing peserta disertai iringan sorak sorai para pendukung.
Seusai sang penentu memberikan putusan kelulusan tentulah ajang kompetisi tidak berhenti disitu. Masih ada tahapan selanjutnya seperti tahapan kampanye hingga ke tahapan pemungutan suara di TPS.
Tak sedikit kocek dikeluarkan untuk membuat APK, bahkan tak sedikit pula para Cakades yang datang ke paranormal atau orang yang dianggap sakti mengandalkan jampi – jampi dan doa agar bisa meraih suara masyarakat agar meraih kemenangan demi menjadi seorang pemimpin kerajaan kecil yang dinamakan desa.
Tak terkecuali Aan Andriatna Cakades Desa Sukaraja Kecamatan Pulosari Kabupaten Pandeglang. Tergolong masih berusia muda, ia pun ikut meramaikan bursa Cakades bukan keinginan semata dirinya akan tetapi ada dorongan para tokoh sesepuh dan warga di desanya.
Sewaktu tes penjaringan dengan mendapat predikat nilai tertinggi di kalangan pesaing – pesaingnya semakin memantapkan langkah untuk terus maju dalam kontestasi skala lokal ini.
Padahal jika melihat posisi yang ia sandang saat ini Aan juga sebagai karyawan disalah satu perusahaan swasta di Jakarta dan mempunyai gaji cukup besar dibandingkan penghasilan tetap seorang Kepala desa. Entah apa motivasinya malah memilih menjadi Cakades?
Aan memutuskan menjadi Cakades di desa Sukaraja adalah “keputusan yang saya ambil karena setiap saya pulang dari pekerjaan ke kampung halaman biasa dilakukannya saban minggu tiap hari sabtu, nah disela – sela libur di kampung itu pula saya sering ngobrol dengan warga desa yang ia jumpai selalu berbicara soal permasalahan soal desa, banyak lah yang mereka bicarakan ke saya,” ucapnya Selasa (27/8) pada wartawan.
Secara personal saya merasa masih belum cukup untuk jadi seorang pemimpin apa lagi ini harus memimpin masyarakat banyak yang berbeda umur, berbeda karakter, berbeda sifat beragam pula kehidupannya.
Menurut Aan jadi seorang pemimpin itu gak mudah seperti membalikan telapak tangan karena ketika seseorang dinobatkan jadi pemimpin maka ia harus siap segalanya. Seperti kata istilah bahwa pemimpin adalah pelayan bagi masyarakatnya.
Maka dari itu saya lebih memilih door to door menyambangi warga langsung untuk mendengar semua aspirasi warga, apa sebenarnya yang menjadi keinginan – keinginan masing – masing supaya ada perubahan bagi desa dikala saya Insya Allah terpilih. (Sumantri)